harapanrakyat.com – Organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), saat ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Belakangan ini, berkembang berbagai klaim dan narasi tentang kepemimpinan di PWI.
Baca Juga : Konflik PWI Berakhir, Hendry dan Zulmansyah Sepakat Gelar Kongres Agustus Mendatang
Menyikapi hal itu, sejumlah tokoh pers nasional merasa perlu memberikan klarifikasi. Hal itu juga sekaligus edukasi agar wartawan dan masyarakat tidak tersesatkan informasi keliru terkait narasi klaim kepemimpinan PWI.
Salah satu tokoh pers senior, Zulmansyah Sekedang, menegaskan pentingnya semua pihak kembali pada fakta konstitusional. Ia juga mengajak para pihak tidak memanfaatkan kebingungan di tubuh organisasi PWI demi kepentingan pribadi.
“Banyak wartawan di daerah tidak paham bahwa HCB (Hendry Ch Bangun) sudah diberhentikan sebagai anggota PWI, yang otomatis berhenti juga sebagai ketua umum. Hal itu karena bukan lagi sebagai anggota PWI. Ini bukan opini. Melainkan hasil keputusan formal organisasi bermula dari kasus cashback dana UKW,” kata Zulmansyah dalam keterangan resminya, Minggu (15/6/2025).
Ia menuturkan, ringkasan fakta organisasi PWI ini di antaranya terkait pemecatan HCB oleh tiga struktur sah. Tiga struktur itu yakni Dewan Kehormatan PWI Pusat sebagai pengadil etik tertinggi. Kemudian PWI Provinsi DKI Jakarta sebagai tempat Hendri Ch Banguan terdaftar sebagai anggota. Selanjutnya Kongres Luar Biasa (KLB) sebagai forum tertinggi organisasi yang memutuskan pemecatan total HCB.
Baca Juga : PWI Jawa Barat Putuskan Dukung Hasil KLB
“Pelanggaran etik berat di antaranya adanya pengakuan menerima cashback dari dana bantuan FH BUMN. Kemudian menolak keputusan DK PWI dan malah memecat pengurus DK. Selain itu, membentuk DK tandingan secara sepihak. Pelanggaran lainnya yakni mengklaim sebagai ketua umum dengan menyalahgunakan stempel dan lambang organisasi PWI,” tuturnya.
Kemenkumham dan Dewan Pers Telah Bekukan Kepengurusan Organisasi PWI Versi HCB
Zulmansyah menjelaskan, secara administratif, Kemenkumham telah membekukan kepengurusan versi HCB. Selain itu Dewan Pers pun tidak lagi mengakui HCB sebagai Ketua Umum PWI dan melarangnya memakai fasilitas organisasi.
“Edukasi hukum untuk wartawan yaitu SK Kemenkumham bukan jaminan sah kepemimpinan organisasi, apalagi jika secara etik dan keanggotaan sudah diberhentikan. Kemudian, putusan sela pengadilan bukanlah putusan final, dan tidak membatalkan hasil Kongres maupun keputusan Dewan Kehormatan,” ucapnya.
“Wartawan harus paham bedanya administratif, etik, dan konstitusi organisasi. Jangan mudah percaya pada satu potong narasi,” Zulmansyah menambahkan.
Bahkan, lanjut ia, saat ini organisasi PWI sedang dalam proses rekonsiliasi. Hal itu sebagai upaya mengakhiri polemik yang terjadi. Dua kubu PWI, kata ia, sudah menandatangani Kesepakatan Jakarta. Ketua Dewan Pers dan unsur perwakilan media pun turut menyaksikan penandatanganan kesepakatan tersebut.
“SC (Steering Committee) dan OC (Organizing Committee) hasil kesepakatan telah mulai bekerja menyiapkan Kongres Persatuan PWI paling lambat 30 Agustus 2025. Ini jalan tengah yang legal dan bermartabat,” ujar Zulmansyah.
Dalam kesempatan itu, ia mengimbau seluruh wartawan dan media untuk melakukan cek fakta sebelum percaya klaim dari pihak manapun. Ia juga mengajak semua pihak menghargai keputusan organisasi PWI dan hukum internal sesuai mekanisme. Kemudian ia juga mengajak agar semua pihak mendukung rekonsiliasi, bukan justru memperuncing konflik lewat klaim-klaim sepihak.
“Organisasi PWI adalah milik seluruh wartawan Indonesia. Jangan dijadikan alat justifikasi segelintir orang. Mari jaga marwah dan profesionalisme kita,” kata Zulmansyah. (Ecep/R13/HR Online)