harapanrakyat.com,- Penggunaan etanol dalam BBM (Bahan Bakar Minyak) bisa menjadi cara Indonesia menuju swasembada energy. Karena itulah, Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) saat ini mengambil kebijakan menggunakan etanol untuk mencampur BBM.
Kebijakan penggunaan etanol itu pun menjadi perhatian publik. Terutama dari kalangan akademisi yang menilai bahwa hal itu dapat menjadi upaya untuk mengurangi ketergantungan impor BBM. Sekaligus menguatkan ketahanan nasional.
Dosen Program Doktor Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof Ima Amaliah mengatakan, jauh sebelum adanya kebijakan penggunaan etanol untuk campuran BBM, Indonesia sebenarnya sudah bisa swasembada energi.
Baca Juga: Pemerintah Tegaskan Tidak akan Menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak
Mengingat, pada 1980-an Indonesia sedang berada dalam masa kejayaan minyak. Saat itu pula Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan kejayaan tersebut untuk mendirikan pondasi energi.
“Sudah seharusnya program swasembada energi, apalagi dunia saat ini sedang terjadi perubahan iklim. Jadi saya apresiasi langkah pemerintah menuju itu,” kata Ima di Bandung, Jumat (10/10/2025).
Selain itu, lanjutnya, Perjanjian Paris atau Paris Agreement dengan tegas menyatakan bahwa paling lambat 2050 harus bebas emisi atau Net Zero Emission (NZE).
Indonesia pun sudah berkomitmen pada Paris Agreement untuk merealisasikan NZE di 2050. “Jadi sudah menjadi kewajiban untuk segera mengarah pada energi bersih, satu di antaranya bioetanol,” jelasnya.
Penggunaan Etanol dalam BBM Bisa Menekan Emisi Karbon
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yus Widjajanto mengatakan, kandungan etanol sudah terbukti mampu menekan emisi karbon dan aman untuk kendaraan bermotor.
Namun, penggunaan etanol untuk campuran BBM harus sesuai dengan kadar agar tidak menyebabkan masalah pada kendaraan bermotor.
“Kebijakan penggunaan etanol dalam BMM bisa menjadi upaya menekan impor energi. Etanol ini kan bisa berada dari jagung, singkong, tebu, sehingga ramah lingkungan,” terang Tri.
Menurutnya, kebijakan penggunaan etanol untuk campuran BBM memiliki efek domino yang begitu besar. Selain utamanya mengurangi impor yang mencapai 45 persen untuk memenuhi kebutuhan nasional. Lebih dari itu, kebijakan tersebut juga dapat menambah nilai produk pertanian dan membuka lapangan kerja. Karena ada pengembangan industri bioetanol.
“Tapi pemerintah tentu harus menyiapkan ketersediaan dan infrastruktur pendistribusian bahan bakunya. Kalau langkahnya sudah bagus untuk mandiri dari segi energi,” kata Tri Yus Widjajanto.
Harus Ada Perbaikan Tata Kelola Energi
Sedangkan, menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Yogi Suprayogi, harus ada perbaikan tata kelola energi. Supaya kebijakan penggunaan etanol dalam BBM berjalan efektif.
Sebab, Yogi tidak mengharapkan kebijakan tersebut nantinya terhambat birokrasi yang kompleks, sehingga harus ada simplifikasi regulasi.
Baca Juga: Investasi Energi Terbarukan Tahun Ini Dipatok pada Angka US$3,91 Miliar
“Ini langkah bagus dari pemerintah. Tapi sebaiknya harus melibatkan masyarakat lokal agar ekonomi daerah bisa turut menguat. Dengan begitu masyarakat tidak hanya menjadi proksi perusahaan saja, tapi utamanya mereka bisa sejahtera,” katanya.
Ketiga akademisi ini pun mengamini kebijakan penggunaan etanol sebagai campuran BBM bisa menjadi upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada energi.
Namun, kebijakan itu harus mendapat dukungan dari pemerintah melalui komitmen politik, inovasi teknologi, serta riset berkelanjutan. (Reza/R3/HR-Online/Editor: Eva)