Depok menjadi salah satu kota dari Provinsi Jawa Barat yang namanya sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Namun di balik kepopuleran tersebut, banyak yang belum tahu jika namanya ternyata adalah singkatan. Singkatan nama Depok sendiri cukup unik dan sarat makna historis.
Baca Juga: Sejarah Gedung Grahadi Surabaya, dari Awal Pembangunan hingga Pemanfaatannya Sekarang
Bahkan, diyakini berasal dari sebuah akronim dalam bahasa Belanda. Sekaligus berkaitan langsung dengan seorang tokoh penting pada masa kolonial VOC. Lantas seperti apa sejarah sebenarnya? Mari kita ulas lebih dalam.
Mengulas Tentang Singkatan Nama Depok dan Asal-usulnya
Depok bukan hanya sekedar nama tempat. Jika kita telusuri lebih jauh ke belakang, wilayah ini pernah menjadi bagian dari struktur administratif kolonial Belanda. Dahulu kala, kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta dan Bogor itu merupakan pusat penting dari wilayah Residensi Ommelanden van Batavia.
Dalam bahasa Indonesia bernama “Keresidenan Daerah Sekitar Jakarta”. Sebuah wilayah yang terbentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Batavia pada 11 April 1949. Namun, kisah menariknya muncul jauh sebelum keputusan tersebut berlaku.
Tokoh utama dalam sejarah singkatan nama Kota Depok adalah Cornelis Chastelein. Ia adalah seorang keturunan Belanda yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan wilayah ini.
Chastelein bukan orang sembarangan, melainkan pegawai senior VOC yang meniti karier dari posisi pengawas gudang. Sampai akhirnya berhasil menjadi saudagar dan anggota Raad van Indië (Dewan Kota Batavia).
Dengan pendapatan yang terbilang besar untuk zamannya, sekitar 200–350 gulden per bulan, Chastelein mulai membeli lahan-lahan di sekitar Batavia. Pada tahun 1693, ia membeli tanah di kawasan Weltevreden, kini populer sebagai Gambir, Jakarta Pusat.
Tujuannya utamanya untuk menanam tebu. Namun, setelah pensiun dari VOC, ia memutuskan menetap di wilayah Srengseng, yang kini populer dengan nama Lenteng Agung.
Pindah Bersama Keluarga dan Rombongan Budak
Saat pindah ke Srengseng, Chastelein tidak datang seorang diri. Ia membawa serta keluarganya dan sekitar 150 budak yang berasal dari luar Pulau Jawa. Seperti Bali, Sulawesi, Ambon, hingga Srilanka. Hal yang membuatnya berbeda dari pemilik budak lainnya pada zaman itu adalah cara ia memperlakukan mereka.
Chastelein terkenal sebagai tokoh yang berpikiran humanis. Ia memperlakukan budak-budaknya secara lebih manusiawi. Bahkan sampai pada tahap membebaskan mereka dari status perbudakan.
Para bekas budak ini kemudian menjadi bagian dari komunitas sosial baru yang bertugas mengelola rumah besar Chastelein di Srengseng. Selain itu, mereka turut menggarap lahan perkebunan miliknya di kawasan Mampang serta Depok.
Baca Juga: Kupas Tuntas Sejarah Priangan Timur dari Tahun ke Tahun
Lahan-lahan tersebut berisi tanaman-tanaman komoditas. Termasuk tebu, lada, pala, dan kopi. Semuanya merupakan tanaman dengan nilai ekonomi tinggi. Dari sinilah, Chastelein meraup kekayaan yang sangat besar dan menjadi salah satu orang terkaya di Batavia pada masa itu.
Meninggal Dunia dan Meninggalkan Warisan Penting
Cornelis Chastelein sendiri wafat pada 28 Juni 1714. Namun tiga bulan sebelum wafat, tepatnya pada 13 Maret 1714, ia sudah menuliskan surat wasiat. Isi wasiat tersebut menyatakan bahwa sebagian besar hartanya, termasuk lahan di Depok, akan diwariskan bukan hanya kepada keluarganya. Tetapi juga kepada para bekas budak yang telah ia merdekakan.
Chastelein memiliki tujuan mulia di balik keputusan ini. Ia ingin para bekas budaknya bisa hidup mandiri dan sejahtera. Ia juga memiliki cita-cita agar tanah tersebut menjadi tempat penyebaran ajaran Kristen Protestan di Batavia. Dari sinilah terbentuk suatu komunitas mandiri yang terkenal dengan nama “De Eerste Protestantsche Organisatie van Kristenen”.
Jika kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “Organisasi Kristen Protestan Pertama”. Dari nama komunitas itu, kemudian lahirlah singkatan nama DEPOK. Namanya berasal dari huruf awal masing-masing kata dalam bahasa Belanda.
Versi Lain dari Asal-usul Nama Depok
Meski versi akronim Belanda ini adalah yang paling populer, terdapat pula pendapat lain. Salah satu versi menyebutkan bahwa nama “Depok” berasal dari bahasa Sunda kuno, yaitu kata “Padepokan”.
Istilah tersebut berarti tempat pertapaan atau perkampungan yang tenang. Konon ini cocok dengan kondisi wilayah Depok pada masa lalu yang memang masih berupa hutan dan lahan pertanian sepi.
Baca Juga: Alun-alun Kian Santang Purwakarta dan Sejarahnya
Selain itu, berkembang pula versi modern yang mengaitkan singkatan nama Depok sebagai “Daerah Pemukiman Orang Kota”. Kendati berbeda-beda, ini tidak semestinya menjadi perdebatan. Justru setiap versi mampu menjadi sejarah menarik dari proses penamaan suatu wilayah. (R10/HR-Online)