Materi pembahasan sejarah Gereja Blenduk Semarang memang menarik untuk diulas lebih dalam. Pasalnya, Semarang tidak hanya terkenal dengan kuliner lumpia dan wingko babatnya saja, namun ternyata juga memiliki bangunan ibadah tertua dengan arsitektur khas Eropa.
Baca Juga: Menguak Asal Usul Sejarah Kota Garnisun Cimahi di Jawa Barat
Bangunan peninggalan zaman penjajahan Belanda ini, terkenal dengan nama Gereja Blenduk. Tempat ibadah umat kristen ini sebenarnya merupakan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel. Untuk mengetahui lebih dalam terkait ikon ibadah tertua di Semarang ini, simak ulasannya berikut ini!
Sejarah Gereja Blenduk Semarang dan Lokasinya
Lokasi gereja ini terletak di kawasan Kota Lama atau outstadt yang merupakan cagar budaya nasional dengan belasan bangunan tua. Tepatnya, berada di Jalan Letjen Suprapto nomor 32. Outstadt sendiri mempunyai luas 31 hektar sebagai Little Netherland atau Belanda versi mini.
Selain itu, daerah Kota Lama Semarang dulunya merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan dari pemerintahan Hindia Belanda.
Saking banyaknya orang-orang Eropa yang mayoritas beragama Kristiani, maka terbangunlah gereja bernama Immanuel tersebut yang saat ini kita kenal sebagai Gereja Blenduk Semarang. Adapun pembangunannya terjadi pada tahun 1753 dan telah mengalami beberapa kali perubahan.
Awal Mula Bangunan Gereja
Sejarah Gereja Blenduk Semarang pada awalnya berupa rumah panggung berarsitektur Jawa yang berdiri pada tahun 1753. Hal ini tertera pada enkripsi di salah satu bagian bangunan di gereja tersebut. Kemudian, di tahun 1787 sampai 1794, terjadi perombakan secara menyeluruh dengan mengikuti arsitektur Eropa.
Adapun konsepnya sendiri bergaya Barok dan Renaisans oleh bangsa Portugis, sebelum akhirnya Belanda berhasil menguasai wilayah Nusantara.
Lalu, pada tahun 1894 sampai 1985, gereja Blenduk direnovasi oleh HPA de Wilde dan W. Westmas yang keduanya merupakan seorang arsitektur Eropa. Renovasi ini dilakukan dengan mengubah bentuk tanpa perubahan desain keseluruhan dari gereja.
Perkembangan dan Perubahan Nama Gereja
Sejarah Gereja Blenduk Semarang berlanjut dengan adanya tambahan menara kembar yang dilengkapi jam besar di masing-masingnya oleh kedua arsitek ternama Eropa di atas. Pada bagian pucuk menara juga ditambahkan lonceng besar buatan pabrik JW Stiegler di tahun 1703.
Kedua ahli itu juga menambahkan struktur teras pintu masuk utama dengan kanopi beton setinggi 10 meter dengan empat pilar besar yang mengapit menara kembar. Pada masa penjajahan Belanda, gereja ini terkenal dengan nama Koepel Kerk atau Gereja Kembar dan Hervormde Kerk.
Baca Juga: Mengulik Sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar Sukabumi Sebelum Runtuh
Namun, saat ini masyarakat masyarakat setempat menyebut gereja Immanuel dengan Gereja Blenduk. Penamaan gereja ‘Blenduk’ karena kubah pada gereja ini berbentuk cembung atau menonjol. Dalam artian bahasa Jawa adalah ‘blenduk’ yang berarti menonjol atau menggelembung.
Karakteristik Bangunan Gereja
Karakteristik bangunan juga mewarnai sejarah Gereja Blenduk Semarang. Bangunan ini menggunakan bentuk kubah sebagai atapnya, bergaya neo klasik ala Eropa pada abad XVII hingga XVII. Kubah merah bata yang terlihat kontras dengan badan gereja berwarna putih ini mampu menarik perhatian pengunjungnya.
Di sisi lain, gereja berusia ratusan tahun ini juga menyajikan tampilan dengan unsur lengkung, baik di area pintu maupun jendela memakai variasi Gothic da lengkung Romawi. Jendela tersebut berbahan kaca patri dengan gaya gothic yang mampu menjadikannya sangat fleksibel bisa dibuka dan tutup.
Selain itu, Gereja Blenduk juga mempunyai denak octagonal atau segi delapan beraturan dengan ruang induk di tengah, tepat berada di area bawah kubah. Sedangkan, pada bagian atas di balkon masih terlihat orgel setinggi enam meter zaman Belanda yang berusia lebih dari 200 tahun.
Interior Gereja yang Cantik dan Bernuansa Klasik
Saat jemaat memasuki gereja, maka akan melihat interiornya yang cantik. Barisan kursinya juga berbentuk klasik dengan keramik warna kuning, hitam dan coklat yang terlihat harmonis. Tempat duduk itu terbuat dari bahan dasar kayu jati dengan sandaran punggung dan dudukan dari anyaman rotan. Penampilannya sangat unik dan kental bernuansa klasik.
Sementara itu, pada lantai dua bangunan Gereja Blenduk memakai mezzanine yang berada pada ruang ibadah. Lantai satu dan dua gereja dihubungkan dengan tangga yang masih berada pada transept utara, timur dan selatan. Untuk tata ruang bangunan gereja pada ruang utama, dapat menampung sebanyak kurang lebih 400 orang.
Adapun bagian yang paling unik dari gereja ini adalah dinding tembok besar dari kaca bermozaik, dengan bentuk melengkung di area atas dan berpola geometris.
Baca Juga: Sejarah Raden Singaperbangsa, Bupati Pertama Karawang
Demikian sejarah Gereja Blenduk Semarang yang dapat menambah wawasan kita. Saat ini, gereja tersebut menjadi bangunan cagar budaya nasional. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk asli gedung tersebut tidak boleh diubah. Mengingat gereja ini merupakan sebuah peninggalan sejarah, maka siapapun boleh berkunjung ke tempat tersebut. (R10/HR-Online)