Materi pembahasan sejarah Kerajaan Saunggalah Kuningan di Jawa Barat memang menarik untuk diketahui lebih mendalam. Kerajaan yang berdiri dari tahun 748 – 1346 M ini terletak di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Islam Demak dari Awal Berdiri hingga Kemundurannya
Saunggalah lahir sebagai negara bawahan dari kerajaan lain yang bernama Galuh. Lokasi kerajaan ini diperkirakan kini berada di Kampung Salia, Desa Ciherang, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan.
Silsilah Kerajaan Saunggalah Kuningan atau Galuh
Saunggalah adalah kerajaan yang berada di wilayah Kabupaten Kuningan. Sebagaimana ulasan sebelumnya, letak kerajaan tersebut saat ini menurut perkiraan ada di Kampung Salia, Desa Ciherang, Kecamatan Nusaherang, meski ada juga yang menunjuk Desa Ciherang di Kecamatan Kadugede, yang berbatasan langsung dengan Nusaherang.
Menurut catatan sejarah, Saunggalah merupakan ibu kota Kerajaan Kuningan. Wilayah ini telah populer sejak lama, sementara Kerajaan Saunggalah sendiri berdiri pada sekitar tahun 748 hingga 1346 Masehi. Berikut adalah uraian silsilah kerajaan tersebut.
Awal Mula Pemerintahan Kerajaan Saunggalah
Kerajaan Saunggalah Kuningan pertama kali diperintah oleh seorang raja bernama Sang Pandawa atau biasa terkenal dengan Sang Wiragati. Raja ini memerintah dalam periode satu jaman dengan pemimpin bernama Sang Wretikandayun di Galuh tahun 612-702 M.
Menurut Carita Parahyangan dengan bahasa dan aksara Sunda Kuno, riwayat Saunggalah bermula dari Rahyang Kuku atau Sang Seuweukarma. Raja ini juga terkenal dengan nama Rahyang Demunawan. Putra dari Rahyang Sempakwaja yang merupakan penguasa Galunggung.
Sekilas Tentang Penguasa Galunggung dan Raja Kerajaan Galuh
Berdasarkan lanjutan dalam Carita Parahyangan menuturkan bahwa Rahyang Sempakwaja atau Penguasa Galunggung adalah anak pertama dari Sang Wretikandayun. Beliau mempunyai dua adik, bernama Rahyang Kidul dan Rahyang Mandiminyak atau terkenal dengan nama Prabu Suraghana.
Rahyangtang Mandiminyak memiliki putra bernama Sang Sena. Kemudian, Sang Sena atau Sanna memiliki anak bernama Rahyang Sanjaya. Di sisi lain, Sang Wretikandayun merupakan putra bungsu dari Sang Kandiawan.
Ada pun keempat kakak Wretikandayun antara lain: Rahyangtang Kulikuli, Rahyangtang Surawulan, Rahyangtang Pelesawi, dan Rahyangtang Rawunglangit. Sementara itu Wretikandayun memerintah di Galuh selama 90 tahun tepatnya dari 612 hingga 702 M.
Berbicara Kerajaan Saunggalah Kuningan memang tak bisa lepas dari Kerajaan Galuh. Pasalnya, Saunggalah lahir dari kerajaan tersebut. Kemudian raja Galuh yang memerintah hingga 90 tahun tersebut menikah dengan putri Bagawat Resi Makandria, yang bernama Pwah Bunga Tak Mangale Ngale.
Penerus Kerajaan Galuh
Karena Rahyang Sempakwaja atau penguasa Galunggung dan Rahyang Kidul mempunyai kekurangan fisik, maka yang menjadi raja Kerajaan Galuh selanjutnya adalah Rahyangtang Mandiminyak. Sempakwaja ternyata memiliki gigi ompong (sempakwaja artinya “bergigi ompong”). Kemudian ia menjadi pendeta di Galunggung, yang selanjutnya bergelar Batara Dangiang Guru.
Sementara itu, Rahyang Kidul menderita kemir atau hernia sehingga memilih menjadi pendeta di Mandala Denuh dengan gelar Batara Hyang Buyut di wilayah Denuh (area sekitar Galunggung).
Status Denuh sendiri merupakan Fragmen Carita Parahyangan (FCP), setingkat dengan Galunggung, dan langsung bertanggung jawab kepada Tohaan di Sunda. Selain Galunggung dan Denuh, terdapat sepuluh wilayah lain yang langsung berada dalam wibawa Tohaan di Sunda dan wajib mengirim upeti ke Pakuan.
Baca Juga: Sejarah Sri Gading Anteg, Tokoh dengan Peran Besar di Tanah Tasikmalaya
Kesepuluh orang tersebut yakni: Sanghyang Talaga Warna, Mandala Cidatar, Geger Gadung, Windupepet, Galuh Wetan, Mandala Utama Jangkar, Mandala Pucung, Reuma, Lewa, dan Kandangwesi.
Masa pemerintahan Rahyangtang Kuku dan Lahirnya Saunggalah
Di Kerajaan Saunggalah Kuningan atau Galuh pernah terjadi konflik kepentingan, yang mengharuskan Resi Guru Sempakwaja mengambil keputusan. Salah satunya dengan menempatkan Sang Pandawa menjadi guru haji (resiguru) di layuwatang (sekarang di Desa Rajadanu Kecamatan Japara). Sedangkan kedudukan raja beralih ke Demunawan yang bergelar Rahyangtang Kuku, tahun 723.
Masa pemerintahan Rahyangtang Kuku, menurut sejarah menyatakan bahwa ibu kota Kerajaan Kuningan bernama Saunggalah. Lokasinya berada di sekitar Kampung Salia, sekarang termasuk Desa Ciherang Kecamatan Nusaherang. Seluruh wilayahnya terdapat 13 wilayah yakni Galunggung, Layuwatang, Kejeron, Kalanggara, Pagerwesi, Rahasesa, Kahirupan, Sumanjaya, Pesugihan, Pedurungan, Darongdong, Pagergunung, Muladarma dan Batutihang.
Kerajaan Saunggalah Terungkap Kembali
Tahun 1163-1175, Kerajaan Saunggalah Kuningan terungkap kembali setelah tidak ada catatan usai pemerintahan Demunawan (Rahyangtang Kuku). Saat itu tahta kerajaan berada dalam kuasa Rakeyan Darmasiksa, anak dari Prabu Darmakusuma (1157-1175) yang merupakan raja Sunda di Kawali. Dharmasiksa memerintah Saunggalah menggantikan mertuanya, usai ia menikah dengan putri Saunggalah.
Namun, Rakeyan Darmasiksa tidak lama menggantikan ayahnya yang wafat di tahun 1175 sebagai Raja Sunda. Sementara itu, Saunggalah beralih pemerintahan kepada putranya yang bernama Ragasuci atau Rajaputra. Sebagai penguasa Saunggalah, Ragasuci mendapat julukan Rahyantang Saunggalah di tahun 1175-1298. Ia lalu menikah dengan Dara Puspa, putri raja Melayu.
Terakhir, di tahun 1298, Ragasuci menjadi Raja Sunda menggantikan ayahnya dengan bergelar Prabu Ragasuci (1298-1304). Kedudukannya di Saunggalah beralih ke putranya bernama Citraganda. Pada masa kekuasaan Ragasuci tersebut, wilayah kekuasaannya bertambah meliputi area Cipanglebakan, Geger Gadung, Geger Handiwung, hingga Pasir Taritih di Muara Cipager Jampang.
Baca Juga: Kupas Tuntas Sejarah Priangan Timur dari Tahun ke Tahun
Demikian ulasan sejarah Kerajaan Saunggalah Kuningan yang panjang dan penuh dengan silsilah raja. Keberadaan Kerajaan Saunggalah ini tidak lepas dari nama Kerajaan Galuh yang merupakan cikal bakal awal berdirinya. Saunggalah terkenal sebagai ibu kota Kuningan pada masanya dan menjadi identitas bersejarah yang terkenal hingga kini. (R10/HR-Online)