Terowongan Lampegan Cianjur merupakan terowongan kereta api pertama dan tertua di Indonesia. Pembangunan jalur ini berlangsung pada tahun 1879 hingga 1822. Sempat ambruk di tahun 2001, kini Lampegan yang menjadi icon Cianjur ini sudah aktif beroperasi kembali.
Baca Juga: Napak Tilas Gedung Juang Majalengka, Tempat Penyiksaan Hingga Jadi Museum Kecil
Sejarah Pembangunan Terowongan Lampegan Cianjur
Terowongan Lampegan merupakan bagian penting dari sejarah pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. Gagasan pembangunannya telah muncul sejak tahun 1878, bertepatan dengan selesainya jalur kereta Batavia–Buitenzorg (Bogor) yang dibangun dan dioperasikan oleh perusahaan swasta Nederlandsch Indische Stoomtram Maatschappij.
Setelah jalur itu selesai, muncul rencana untuk memperpanjang proyek hingga Bandung dengan tujuan membuka akses ke wilayah Priangan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, tujuan utama pembangunan terowongan Lampegan adalah untuk memperlancar pengiriman hasil bumi dari Jawa, seperti kopi, palawija, dan rempah-rempah yang saat itu menjadi komoditas bernilai tinggi.
Pembangunan terowongan bermula pada tahun 1879 oleh perusahaan kereta api Belanda Staats Spoorwegen. Harapannya, proyek ini dapat menghubungkan jalur kereta Jakarta–Bogor, Bogor–Sukabumi, dan Sukabumi–Bandung melalui Cianjur.
Ketika selesai dan mulai beroperasi, panjang Terowongan Lampegan mencapai 686 meter. Namun, setelah bencana longsor pada tahun 2002 yang merobohkan sebagian struktur, panjangnya kini hanya sekitar 400 meter.
Selain terkenal sebagai terowongan tertua di Indonesia, Lampegan dahulu juga termasuk salah satu yang terpanjang. Namun, akibat kerusakan karena longsor, predikat terpanjang itu kini tidak lagi disandangnya.
Asal Usul Terowongan Lampegan
Sebenarnya, pembangunan jalur kereta api dari Buitenzorg ke Bandung bukanlah perkara gampang. Sebab, medan yang dilalui merupakan kontur pegunungan. Bahkan, terdapat lintasan ekstrim di jalur Cianjur dan Bandung, yakni lintas Cipatat-Tagog Apu dengan gradien 40 per mil.
Dalam sejarahnya, pembukaan jalur kereta api di Lampegan masih menggunakan tenaga manusia. Pembangunannya sendiri dikerjakan pada kedua sisinya, yakni sisi Sukabumi dan Cianjur secara bersamaan.
Bentuk jalur menggunakan kayu dengan sisi-sisi terowongan menggunakan campuran kapur dan semen buatan. Saat itu, kendala pengerjaan proyek berkaitan dengan adanya dorongan air di sisi Cianjur, sehingga harus dibuang menggunakan pompa berkekuatan tinggi.
Pembangunan Terowongan Lampegan Cianjur berlanjut hingga selesai pada tahun 1882. Jalur ini mulai digunakan kereta api pada 21 Juli 1882.
Ada perbedaan sumber terkait letak Terowongan Lampegan. Beberapa orang menyebut bahwa terowongan ini terletak di satu daerah bernama Cimenteng. Namun, ada pula yang menyebutnya berada di daerah Tegalnangka dan Cibokor.
Lokasi keberadaan terowongan tersebut tidak digunakan sebagai nama bangunan. Justru hasil proyek ini lebih populer dengan nama Terowongan Lampegan hingga akhirnya menjadi resmi.
Saksi Pasang Surut Layanan Kereta Api di Padalarang
Terowongan Lampegan pernah menjadi saksi pasang surut layanan kereta api, khususnya di jalur Manggarai Padalarang. Hal ini terjadi di era kolonial, terlebih setelah Staatsspoorwegen mengakuisisi jalur milik Batavia Ooster Spoorweg Maatschappij.
Sebagai informasi, kereta api Padalarang beroperasi pada 2 Mei 1906. Jalur ini mempersingkat waktu tempuh antara Batavia dengan Surabaya yang waktu itu masih melewati Bandung.
Kepraktisan jalur tersebut berdampak pada operator Nederlandsch Indische Stoomtram Maatschappij di sisi Batavia-Buitenzorg. Pendapatan yang masuk terus menurun hingga akhirnya rugi.
Baca Juga: Sejarah Kesultanan Dermayu, Napak Tilas Berdirinya Indramayu
Sampai akhirnya, Staatspoorwegen membeli seluruh lalu lintas Batavia ke Buitenzorg. Akuisisi ini bersamaan dengan penataan jalur kereta api di wilayah Batavia dan pembangunan dua stasiun besar, yakni Batavia Stan (Jakarta Kota) dan Stasiun Manggarai.
Terowongan Lampegan Pasca Kemerdekaan
Setelah masa kemerdekaan, jalur Batavia-Buitenzorg hanya melayani kereta-kereta lokal. Puncaknya, pada tahun 2001 ketika Terowongan Lampegan Cianjur ambruk. Tragedi ini akhirnya memutus layanan KA Argo Peuyeum.
Setelah lebih dari 13 tahun, perbaikan dan renovasi mulai berlangsung. Hingga akhirnya, tahun 2014 jalur kembali aktif dan melayani KA Siliwangi. Inilah yang menjadi awal kebangkaitan Terowongan Lampegan.
Cerita Mistis yang Menyertai
Esensi mistis dan mitos kerap melekat pada bangunan serta benda bersejarah, termasuk terowongan peninggalan zaman kolonial Belanda seperti Terowongan Lampegan.
Konon, pada saat penyelesaian pembangunannya, pemerintah Hindia Belanda bersama pemerintah lokal mengadakan acara peresmian yang meriah. Para pejabat tinggi dan tokoh masyarakat setempat mendapat undangan untuk menghadiri acara tersebut. Sebagai hiburan, ada pentas tarian Ronggeng yang dibawakan oleh Nyi Saeda, seorang penari cantik dengan gerakan memukau. Penampilannya membuat banyak penonton terpukau, termasuk para tamu Belanda.
Namun, setelah usai menari, Nyi Saeda bersiap pulang dan memilih melewati Terowongan Lampegan. Sejak memasuki terowongan itu, ia tak pernah terlihat lagi dan hilang tanpa jejak.
Misteri ini berkembang menjadi dua versi cerita. Versi pertama mengatakan bahwa penunggu Terowongan Lampegan terpikat oleh penampilan dan tarian Nyi Saeda, lalu menculiknya untuk jadi istri. Versi kedua menyebutkan bahwa Nyi Saeda jadi tumbal, di mana jasadnya tertanam di dinding terowongan sebagai bagian dari ritual tertentu.
Terowongan Lampegan Saat ini
Setelah bangkit, Terowongan Lampegan menjadi destinasi wisata bersejarah. Sementara itu, KA Siliwangi menjadi satu-satunya rangkaian kereta api yang melintas secara reguler. Jadwalnya pun tidak terlalu padat. Sehari hanya ada 3 perka dari Sukabumi dan 3 perka dari Cipatat.
Bagi sebagian orang, Terowongan Lampegan seringkali dipakai untuk wisata petualangan. Namun, melintasi terowongan dengan berjalan kaki tidak semudah membalikkan telapak tangan. Aktivitas ini bisa dilakukan setelah mendapat izin dari PPKA dan Kepala Stasiun Lampegan.
Meskipun hanya ada satu kereta yang melintas reguler, aspek keamanan tetap menjadi prioritas utama. Saat berkunjung di tempat ini, jangan bertingkah sembarangan dan perhatikan jadwal perjalanan KA Siliwangi.
Baca Juga: Mengulas Sejarah Pacuan Kuda Kuningan yang Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan
Kini, Terowongan Lampegan sudah berusia sekitar 143 tahun. Selain menjadi terowongan kereta api tertua di Indonesia, jalur ini juga masuk sebagai salah satu terowongan tertua di Asia Tenggara. Terowongan Lampegan Cianjur pernah menjadi saksi bisu perjalanan kereta api dengan jalur tertua di Indonesia. Terowongan Lampegan di Cianjur ini pernah berjaya, ambruk, dan akhirnya bangkit kembali. Selain menjadi jalur kereta api reguler, terowongan juga kerap menjadi destinasi petualangan sejarah bagi masyarakat sekitar. (R10/HR-Online)