harapanrakyat.com,- Menjelang perayaan HUT ke-80 RI, warganet di media sosial berbondong-bondong membuat trend baru yang justru malah dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahan. Seperti diketahui, warganet belakangan ramai mengibarkan bendera One Piece (bajak laut) yang merupakan salah satu anime Jepang.
Alih-alih mengibarkan bendera merah putih menuju HUT RI, warganet malah melakukan sebaliknya.
Hal itu dilakukan sebagai salah satu bentuk protes dan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah Indonesia. Mengingat banyaknya kasus-kasus yang bermunculan hingga membuat geram.
Trend Pengibaran Bendera One Piece di Medsos
Baca Juga: Tren Morning Shed TikTok Tuai Pro Kontra, Pahami Risiko dan Manfaatnya
Meski fenomena tersebut hanya sebuah tren di media sosial, namun rupanya pemerintah merasa bahwa ini adalah sesuatu yang dikhawatirkan. Analisis politik, Hendri Satrio dari Universitas Paramadina pun buka suara.
Menurut Hendri, trend yang saat ini sedang ramai di media sosial terkait bendera bajak laut sebagai bentuk protes cerdas dari masyarakat.
Fenomena ini disebut Hendri sebagai cara aman bagi publik untuk menyuarakan keresahan terhadap kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Hendri sendiri menyampaikan bahwa ini sebagai tamparan bagi pemerintah sekarang. Baginya, simbol anime yang digunakan untuk protes lebih netral karena terhindar dari adanya tuduhan politis.
“Karena publik memakai simbol yang lebih aman, ini memang bentuk protes,” kata Hendri, dikutip dari tayangan tvOne, Senin (4/8/2025).
“Kalau pakai simbol lain yang ada di Indonesia, nanti bisa-bisa jadi masalah. Dibilang menghina Pancasila, atau partai politik,” ujarnya lagi.
Baginya, symbol One Piece ini jadi tindakan yang efektif dan tidak memicu adanya politik secara langsung. Hendri juga menyatakan bahwa trend tersebut sebagai sentilan untuk Menteri Budaya.
Baca Juga: Tren Aura Farming Populer di TikTok, Terinspirasi dari Tradisi Lokal Indonesia
“Mengapa budaya kita tidak dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengekspresikan dan menerjemahkan dinamika politik di Indonesia,” tanya Hendri.
Selain itu, trend di media sosial menjadi penyebaran masif yang didorong oleh rasa takut ketinggalan atau disebut “Fomo”. Alhasil, banyak dari publik yang ikut menyuarakan trend ini sebagai bentuk protesnya.
“Ada fenomena ini, karena warganet merasa takut ketinggalan. Jadi waktu trend ini ramai, ya udah terusin aja, mereka jadi ikutan,” pungkas Hendri dalam diskusinya. (Revi/R3/HR-Online/Editor: Eva)