Sejarah Pulo Geulis Bogor, sebuah daratan seluas 3,5 hektar yang terapit aliran Sungai Ciliwung di jantung Kota Bogor. Daerah ini menyimpan lapisan kisah masa lalu yang memukau. Meskipun namanya mungkin tak sepopuler Kampung Pecinan atau Kampung Arab Empang, perkampungan ini adalah saksi bisu perkembangan peradaban. Terutama sejak era Kerajaan Padjadjaran.
Baca Juga: Sultan Muhammad Seman, Kisah Raja Terakhir Banjar
Pulo Geulis yang secara harfiah berarti ‘pulau cantik’, bukan sekadar permukiman biasa. Ia adalah kapsul waktu yang mencerminkan kekayaan sejarah dan budaya Nusantara. Dari lokasi inilah, berbagai latar belakang suku dan agama telah berbaur selama berabad-abad. Sehingga, menjadikannya simbol toleransi dan multikulturalisme.
Sejarah Pulo Geulis Bogor, Jejak Kuno dan Artefak Padjadjaran
Di tengah Pulo Geulis berdiri tegak Kelenteng Pan Kho Bio. Perkiraannya, klenteng ini telah berdiri sejak abad ke-16. Keberadaannya jauh sebelum ekspedisi Belanda pimpinan Abraham Van Ribeck pada tahun 1704 mencari sisa-sisa Kerajaan Pakuan Padjadjaran dan Kerajaan Sunda.
Menurut tokoh masyarakat setempat, kelenteng ini memiliki prasasti dan artefak yang membuktikan kejayaan penghuninya dari masa ke masa. Salah satu penemuan peninggalan purbakalanya adalah batu besar yang diyakini berasal dari zaman Megalitikum. Tak lain ialah sebuah menhir yang dulunya berguna untuk berdoa kepada leluhur.
Selain itu, terdapat dua patung macan yang sangat simbolis. Patung ini melambangkan kegagahan, kejayaan, keberanian serta kekuatan yang erat kaitannya dengan Kerajaan Padjadjaran. Area kelenteng juga menjadi lokasi petilasan Embah Raden Mangun Jaya. Ia adalah salah satu leluhur masyarakat Sunda tradisional yang memiliki garis keturunan dari Raja Padjadjaran. Kompleks ini secara keseluruhan menegaskan sejarah Pulo Geulis Bogor telah menjadi situs penting sejak periode kerajaan kuno.
Kelenteng Pan Kho Bio dan Kisah Lintas Iman
Keunikan Kelenteng Pan Kho Bio terletak pada representasi keberagaman kepercayaannya. Terdapat deretan altar dan patung dewa untuk kepercayaan Konghucu, Hindu dan Buddha. Kemudian pada bagian belakang bangunan juga terdapat ruangan segitiga berisi dua batu besar. Menurut kepercayaan, tempat ini sebagai petilasan Embah Sakee dan Eyang Jayaningrat. Mereka adalah dua tokoh yang terkenal sebagai penyebar agama Islam pada masanya.
Baca Juga: Sejarah Raden Walangsungsang, Anak Prabu Siliwangi dan Keturunan Pajajaran
Kehadiran petilasan ini menjadikan Pulo Geulis memiliki nilai sejarah yang penting bagi beberapa agama sekaligus. Para peziarah yang beragama Islam sering melaksanakan sholat, Maulid Nabi hingga pengajian. Hal tersebut sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan para penyebar Islam. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu, kawasan Pulo Geulis telah menjadi titik temu spiritual yang harmonis.
Asal Nama dan Perkembangan Pulo Geulis
Berdasarkan sejarah Pulo Geulis Bogor serta cerita rakyat Sunda, sebelum berdirinya Kerajaan Padjadjaran (1030 M-1579 M), daratan di tengah Sungai Ciliwung ini sudah digunakan sebagai lokasi peribadatan dan bertapa. Pada masa Kerajaan Padjadjaran, menurut naskah kuno Sunda, tempat ini terkenal dengan nama Parakan Baranangsiang.
‘Parakan’ merujuk pada bagian sungai yang landai dan penuh dengan batu yang terlihat, kecuali saat banjir. Sementara ‘Baranangsiang’ berarti kilauan atau kemilau, menunjukkan keindahannya. Konon saking indahnya, tempat ini pernah menjadi lokasi untuk menenangkan diri salah satu putri Pakuan yang sedang patah hati.
Kisah lain menyebutkan bahwa nama kelenteng dan permukiman ini terkait dengan sayembara penyembuhan putri raja Padjadjaran yang sakit. Seorang tabib dari Tiongkok berhasil menyembuhkan sang putri. Sebagai hadiah, raja memberikannya pulau indah tersebut (Parakan Baranangsiang). Tabib tersebut kemudian membangun Pan Kho Bio sebagai tempat ibadah.
Setelah Kerajaan Padjadjaran runtuh pada abad ke-16, catatan mengenai Kota Pakuan sempat hilang. Barulah pada akhir abad ke-17, setelah Belanda menguasai wilayah Bogor tersebut, Parakan Baranangsiang dalam sejarah diganti namanya menjadi Kampung Pulo Geulis (berarti: pulau yang cantik), karena letaknya yang strategis tengah sungai. Kawasan ini, termasuk Jalan Suryakencana, mulai ramai dengan kedatangan etnis Tionghoa dan pribumi. Terutama setelah dibukanya Pasar Bogor.
Baca Juga: Mengulik Jejak Peninggalan di Situs Candi Cibuaya Karawang
Pulo Geulis adalah permata kaya sejarah di Kota Bogor yang menawarkan lebih dari sekadar keindahan geografis. Ia adalah situs yang merekam jejak peradaban sejak era Megalitikum, kejayaan Padjadjaran hingga perjumpaan budaya Tionghoa dan Nusantara. Kehadiran Kelenteng Pan Kho Bio yang berdampingan dengan petilasan tokoh penyebar Islam menunjukkan toleransi telah mengakar kuat. Sejarah Pulo Geulis Bogor pada hakikatnya adalah pengingat bahwa keberagaman bukan penghalang, melainkan fondasi kuat bagi kehidupan bersama yang harmonis. (R10/HR-Online)