Raja Tamperan Barmawijaya dan Kisah Tragis di Kerajaan Galuh

6 hours ago 6

Raja Tamperan Barmawijaya merupakan tokoh penting dalam kisah klasik yang mewarnai perjalanan Kerajaan Galuh. Namanya kerap disebut dalam legenda Ciung Wanara yang menyimpan cerita penuh intrik, pengkhianatan hingga perebutan kekuasaan. Sebagai sosok yang semula dipercaya untuk menjaga kerajaan, Tamperan justru terjebak dalam ambisi besar bersama Dewi Pangrenyep. Hingga akhirnya menorehkan sejarah tragis yang berakhir dengan kematiannya.

Baca Juga: Sejarah Raden Walangsungsang, Anak Prabu Siliwangi dan Keturunan Pajajaran

Kisah Raja Tamperan Barmawijaya

Tamperan Barmawijaya awalnya bukan raja yang sah. Ia adalah seorang menteri kepercayaan Prabu Permana Di Kusumah, raja Kerajaan Galuh. Karena kepercayaan besar yang raja berikan, Tamperan memperoleh kedudukan penting dalam istana. Namun, ambisi akan tahta membuatnya terlibat dalam kisah yang sarat konflik.

Alkisah, dalam istana Galuh hidup dua permaisuri, yakni Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum. Keduanya hamil hampir bersamaan. Dewi Pangrenyep lebih dahulu melahirkan seorang putra bernama Hariang Banga. Sementara itu, Dewi Naganingrum mengandung seorang bayi laki-laki yang prediksinya kelak bisa menjadi penerus tahta kerajaan. Kehadiran janin itu dianggap ancaman oleh Tamperan dan Dewi Pangrenyep.

Intrik dan Pengkhianatan

Ambisi besar menjadi raja, membuat Tamperan Barmawijaya dan Dewi Pangrenyep menyusun rencana licik. Saat Dewi Naganingrum melahirkan, bayi laki-laki tampan itu mereka tukar dengan bayi seekor anjing. Sang bayi kemudian dihanyutkan ke Sungai Citanduy dalam sebuah keranjang. Peristiwa ini menjadi awal mula kisah kelam dalam legenda Ciung Wanara.

Namun, Dewi Naganingrum tidak benar-benar kehilangan. Bayi itu warga temukan di tepi sungai, lalu dirawat dengan penuh kasih hingga tumbuh menjadi pemuda gagah perkasa bernama Ciung Wanara. Pada saat yang sama, Tamperan bersama Dewi Pangrenyep juga berusaha menyingkirkan Dewi Naganingrum dari istana dengan menugaskan Batara Lengser. Akan tetapi, Batara Lengser mengetahui kebenaran dan tidak tega membunuh ratu yang difitnah tersebut.

Ciung Wanara Tumbuh dan Balas Dendam

Ciung Wanara tumbuh besar dengan jiwa pemberani. Ia kemudian mengetahui asal-usulnya yang sebenarnya dan bertekad menuntut keadilan. Salah satu jalannya adalah dengan mengikuti tradisi sabung ayam, sebuah hiburan populer Kerajaan Galuh.

Baca Juga: Mengulik Jejak Peninggalan di Situs Candi Cibuaya Karawang

Raja Tamperan Barmawijaya terkenal memiliki ayam jago aduan bernama Si Jeling yang tak terkalahkan. Ia bahkan menjanjikan hadiah besar bagi siapa pun yang mampu mengalahkan ayam andalannya. Kesempatan ini Ciung Wanara manfaatkan. Dengan ayam jantan miliknya yang lebih kecil namun tangguh, ia berhasil mengalahkan Si Jeling.

Kemenangan itu membuatnya memperoleh setengah wilayah Kerajaan Galuh. Dari situlah, jalan menuju pengungkapan kebenaran terbuka lebar. Batara Lengser kemudian menceritakan masa lalu kelam tentang fitnah yang Tamperan dan Dewi Pangrenyep lakukan.

Akhir Tragis Raja Tamperan Barmawijaya

Mengetahui ia adalah korban pengkhianatan, Ciung Wanara murka. Ia memenjarakan Dewi Pangrenyep dan mengungkap segala kejahatan Tamperan Barmawijaya. Dari titik ini, konflik kian memanas karena Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep, tidak terima ibunya masuk penjara. Ia lalu mengumpulkan prajurit untuk menyerang Ciung Wanara.

Pertempuran besar tak terhindarkan. Namun, keberuntungan tidak berpihak pada Tamperan. Ia akhirnya terbunuh oleh prajurit Kerajaan Galuh bersama Dewi Pangrenyep. Kematian tragis ini menjadi penutup perjalanan hidupnya sekaligus pengingat bahwa ambisi berlebihan dapat berujung pada kehancuran.

Nilai Moral dalam Kisah Tamperan

Legenda Raja Tamperan Barmawijaya bukan sekadar cerita tentang perebutan kekuasaan. Dari kisahnya, terdapat pesan moral yang relevan hingga kini. Pertama, kejujuran dan keadilan selalu menemukan jalannya meski sempat terkubur oleh tipu daya. Kedua, kekuasaan yang berasal dari pengkhianatan hanya bersifat sementara. Pada akhirnya, kebenaran dan keadilan akan menang.

Selain itu, kisah ini juga memperlihatkan pentingnya kesetiaan seorang abdi kerajaan. Batara Lengser menjadi simbol kebijaksanaan yang memilih tidak tunduk pada perintah jahat, tetapi berpihak pada kebenaran.

Baca Juga: Tari Belenderan Karawang, Kesenian Lokal dengan Sesajen Khusus

Raja Tamperan Barmawijaya tercatat dalam legenda sebagai sosok penuh intrik yang mengorbankan keadilan demi ambisi. Kisahnya dengan Dewi Pangrenyep, Dewi Naganingrum hingga Ciung Wanara menggambarkan pertarungan antara tipu daya dan kebenaran. Meski pada akhirnya Tamperan Barmawijaya berakhir tragis, kisahnya tetap dikenang sebagai bagian penting dalam warisan sejarah Kerajaan Galuh. Dari sini, dapat dipetik pelajaran bahwa keadilan tidak pernah mati dan kekuasaan tanpa dasar kebenaran hanya membawa kehancuran. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Perayaan | Berita Rakyat | | |